Menkeu Purbaya Ancam Ambil Alih Dana Mengendap Rp233,11 Triliun Milik Pemda, Serapan Anggaran Daerah Dinilai Lamban

banner 120x600

Jakarta, 30 September 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan pernyataan tegas terkait besarnya dana milik pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di rekening perbankan tanpa dimanfaatkan secara optimal. Ia menegaskan, bila terbukti dana tersebut mangkrak dan tidak terserap, maka Kementerian Keuangan akan mengambil alih pengelolaannya.

Pernyataan keras ini disampaikan langsung oleh Purbaya pada Kamis (25/9/2025) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, sebagai bentuk respons atas lambatnya realisasi belanja daerah yang baru mencapai 46,86% dari total pagu anggaran.

Berdasarkan data resmi Kementerian Keuangan, hingga akhir Agustus 2025 jumlah dana Pemda yang parkir di perbankan tercatat mencapai Rp233,11 triliun. Angka ini melonjak signifikan dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp192,57 triliun. Catatan tersebut bahkan menjadi rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir, melampaui kisaran Rp178,95 triliun hingga Rp203,42 triliun pada tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau uangnya nganggur ya kita ambil. Kalau memang betul-betul tidak digunakan, ya kita ambil alih dan kita pindahkan,” tegas Purbaya. Namun ia menambahkan, sebelum langkah tersebut diambil, Kemenkeu akan menghitung kebutuhan dana operasional Pemda untuk awal tahun 2026 agar tidak mengganggu pelayanan publik.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyoroti adanya paradoks fiskal. Ia menjelaskan bahwa penyaluran Transfer ke Daerah (TKD) justru meningkat menjadi Rp571,5 triliun atau 62,1% dari pagu APBN, namun realisasi belanja daerah berjalan lambat.

“Transfer tetap tinggi, tapi belanja daerah lamban, sehingga dana Pemda yang mengendap di bank ikut meningkat,” jelas Suahasil.

Purbaya secara terbuka mengungkapkan keheranannya melihat pola ini. “Agak ganjil juga. Ketika Pemda punya lebih dari Rp200 triliun, kenapa uang itu hanya mengendap, tidak dibelanjakan?” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman, menilai fenomena ini bukan hal baru. Menurutnya, lambatnya serapan anggaran Pemda disebabkan oleh masalah klasik seperti perencanaan program yang tidak matang, proses pengadaan barang/jasa yang berbelit, serta keterbatasan kapasitas sumber daya manusia birokrasi daerah.

Ancaman pengambilalihan dana ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah agar lebih serius dalam mengoptimalkan belanja publik. Dana daerah yang seharusnya dipakai untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, dan program kerakyatan, jangan sampai justru dibiarkan mengendap tanpa memberi manfaat bagi masyarakat.

[RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *