Kejati Jawa Timur Tetapkan Empat Tersangka Korupsi Dana BSPS di Sumenep, Negara Rugi Rp26,3 Miliar

banner 120x600

Surabaya, 16 Oktober 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menegaskan komitmennya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan mengungkap kasus besar penyimpangan anggaran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep.
Melalui Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Kejati Jatim secara resmi menetapkan dan menahan empat orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi proyek senilai Rp109,8 miliar, dengan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp26,3 miliar.

Penetapan tersangka dilakukan pada Selasa (14/10/2025) setelah proses penyidikan mendalam dengan memeriksa 219 orang saksi, serta menyita sejumlah dokumen dan aset terkait yang diduga berkaitan langsung dengan tindak pidana tersebut.

Empat tersangka tersebut masing-masing berinisial RP, AAS, WM, dan HW, terdiri dari satu Koordinator Kabupaten dan tiga Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL).

“Empat orang telah kami tetapkan sebagai tersangka dan langsung kami lakukan penahanan di Rutan Kejati Jatim untuk 20 hari ke depan,” tegas Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Wagiyo, S.H., M.H.

Dalam keterangan resminya, Wagiyo menjelaskan bahwa program BSPS Tahun 2024 diperuntukkan bagi 5.490 penerima bantuan di 24 kecamatan dan 143 desa wilayah Kabupaten Sumenep.
Masing-masing penerima seharusnya memperoleh Rp20 juta untuk memperbaiki rumah tidak layak huni, dengan rincian Rp17,5 juta dialokasikan untuk bahan bangunan dan Rp2,5 juta untuk biaya upah tukang.

Namun, hasil audit independen menunjukkan adanya pemotongan tidak sah terhadap dana bantuan tersebut melalui mekanisme pengadaan bahan bangunan di toko mitra.
Praktik ilegal ini menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp26.323.902.300 (dua puluh enam miliar tiga ratus dua puluh tiga juta sembilan ratus dua ribu tiga ratus rupiah).

“Dana yang seharusnya diterima masyarakat secara penuh justru dipotong dengan berbagai alasan. Nilai potongan bervariasi, mulai dari Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per penerima dengan dalih biaya komitmen, serta Rp1 juta hingga Rp1,4 juta untuk biaya laporan pertanggungjawaban. Ini jelas bentuk penyimpangan dari tujuan program BSPS,” ungkap Wagiyo.

Kejati Jatim menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada empat tersangka tersebut. Tim penyidik masih terus menelusuri aliran dana, keterlibatan pihak lain, serta kemungkinan adanya pihak penyelenggara atau pelaku utama di balik skema pemotongan tersebut.

“Kami akan menindaklanjuti seluruh temuan hingga tuntas. Setiap pihak yang terbukti ikut serta dalam praktik penyimpangan ini akan dimintai pertanggungjawaban hukum sesuai ketentuan perundang-undangan,” lanjut Aspidsus.

Kasus ini menjadi bukti nyata konsistensi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menegakkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam program bantuan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Melalui penegakan hukum yang tegas dan transparan, Kejati Jatim berupaya menjaga kepercayaan publik dan memastikan bantuan pemerintah benar-benar sampai kepada masyarakat yang berhak.

[RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *