Ulaanbaatar, Mongolia, 10 Juni 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS
Perdana Menteri Mongolia, Luvsannamsrai Oyun-Erdene, secara resmi menyatakan pengunduran dirinya dari jabatan tertinggi pemerintahan pada hari Selasa, 3 Juni 2025, di tengah badai kontroversi yang mengguncang kredibilitasnya sebagai kepala pemerintahan.
Langkah pengunduran diri yang diambil oleh Oyun-Erdene (44) ini merupakan respons langsung terhadap mosi tidak percaya yang diajukan oleh anggota parlemen, yang kemudian diperburuk oleh ledakan kemarahan publik atas sorotan gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh anak laki-lakinya di dunia maya.
Kemarahan masyarakat dipicu oleh unggahan di media sosial yang menampilkan acara pertunangan megah putra sang perdana menteri yang baru berusia 23 tahun. Dalam unggahan tersebut terlihat penggunaan fasilitas hotel berbintang serta barang-barang mewah dari merek ternama internasional yang sangat kontras dengan kondisi ekonomi sebagian besar rakyat Mongolia yang tengah menghadapi kesulitan berat.
Sorotan utama publik tertuju pada asal-usul harta kekayaan keluarga Oyun-Erdene, yang selama ini dikenal berasal dari latar belakang sederhana di kawasan pedesaan Mongolia. Ketidaksesuaian antara citra kehidupan sebelumnya dengan gaya hidup mewah anaknya menjadi bahan pembicaraan luas di kalangan masyarakat dan media.
Tekanan publik yang kian meningkat membuat posisi Oyun-Erdene tak lagi kuat untuk mempertahankan jabatan. Dalam pernyataan resminya, ia menyatakan bahwa pengunduran diri ini merupakan bentuk tanggung jawab moral serta untuk menjaga stabilitas politik nasional.
“Saya menyadari bahwa kepercayaan rakyat adalah fondasi utama demokrasi. Maka dari itu, saya memilih untuk mundur demi menjunjung integritas pemerintahan,” ungkapnya dalam konferensi pers singkat di Istana Pemerintahan.
Pihak oposisi menyambut baik keputusan tersebut, namun juga mendesak agar investigasi menyeluruh dilakukan terhadap kekayaan keluarga mantan perdana menteri. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas pejabat publik sebagai landasan tata kelola negara yang bersih.
Sementara itu, warga Mongolia ramai-ramai menyuarakan keinginan agar kasus ini tidak berhenti pada pengunduran diri saja, tetapi juga mengarah pada penegakan hukum bila terbukti ada praktik penyalahgunaan kekuasaan atau aliran dana yang tidak sah.
Situasi ini memperlihatkan bahwa era keterbukaan informasi dan tekanan sosial digital semakin memainkan peranan penting dalam menentukan nasib politik pemimpin di seluruh dunia, termasuk di negara yang tengah berkembang seperti Mongolia.
[RED]