Subang, 6 November 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS
Peredaran obat-obatan keras jenis Tramadol dan Eximer kembali marak di wilayah hukum Polres Subang. Salah satu lokasi yang menjadi sorotan publik berada di Jalan Pusakajaya Compreng, tepatnya di Desa Pusakajaya, Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Dari hasil penelusuran tim media di lapangan, ditemukan aktivitas penjualan obat terlarang yang dilakukan oleh seseorang bernama Pendi. Saat dikonfirmasi oleh wartawan di lokasi, Pendi mengaku bahwa dirinya baru berjualan sekitar satu bulan terakhir.
“Saya baru jualan sekitar sebulan. Omsetnya belum besar, sekitar satu juta per hari. Saya hanya disuruh oleh seseorang berinisial A. Dulu saya berjualan di Bojongjaya ke arah selatan dari tempat sekarang. Rencananya, kalau di sini ramai pembeli, saya bertahan. Kalau sepi, saya pindah lagi,” ujar Pendi.
Peredaran obat keras jenis Tramadol dan Eximer tanpa izin ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat, terutama kalangan remaja. Obat tersebut termasuk golongan psikotropika ringan yang efeknya dapat menyebabkan ketergantungan, gangguan kejiwaan, hingga kematian bila dikonsumsi tanpa resep dokter.
Joker selaku Ketua Aliansi Masyarakat Pantura Subang (AMPUS), ketika dimintai tanggapan oleh awak media, menyatakan keprihatinannya terkait peredaran obat Tramadol dan Eximer.
“Peredaran obat-obatan ini jelas sangat membahayakan kesehatan jiwa dan mental masyarakat, terutama generasi muda kita. Jika dibiarkan, dampaknya bukan hanya pada ketergantungan fisik, tetapi juga bisa merusak moral dan karakter anak-anak kita. Kami mendukung penuh langkah tegas aparat penegak hukum dalam menindak pelaku peredaran obat terlarang,” ujarnya.
AMPUS juga mengimbau masyarakat agar aktif melaporkan peredaran obat keras ilegal, serta melakukan pengawasan lingkungan terutama terhadap anak muda agar tidak mudah terpengaruh oleh peredaran obat-obatan terlarang.
Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, penjualan obat keras seperti Tramadol dan Eximer tanpa izin resmi melanggar ketentuan hukum berikut:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”
Pasal 197 UU Kesehatan juga menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar, dapat dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Selain itu, perbuatan tersebut dapat dijerat pula dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika apabila dalam praktiknya ditemukan unsur penyalahgunaan bahan aktif yang tergolong narkotika golongan tertentu.
[RED – TH]













