Jakarta, 3 November 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS
Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) , Ahmad Hariri , secara tegas mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera memberhentikan sementara Agus Andrianto dari jabatannya sebagai Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan , menyusul gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait keputusannya membebastugaskan terpidana korupsi e-KTP, Setya Novanto.
Dalam keterangan resminya pada Sabtu, 1 November 2025 , Ahmad menyatakan bahwa tindakan Agus tidak hanya diduga melanggar ketentuan hukum, tetapi juga mencederai rasa keadilan publik.
“Bukan hanyalah persoalan administratif, namun keputusan itu juga mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Seharusnya Presiden segera menonaktifkan yang bersangkutan agar proses hukum di PTUN dapat berjalan tanpa tekanan maupun intervensi,”
ujar Ahmad Hariri.
Dugaan Kejanggalan dalam Pembebasan Setya Novanto
Ahmad Hariri menyoroti keputusan Agus Andrianto yang dianggap janggal , karena Setya Novanto masih terlibat dalam perkara hukum lain. Menurutnya, hal tersebut membuat yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan substantif untuk memperoleh jaminan bersyarat.
Ia juga menekankan bahwa pemberian kebebasan bersyarat terhadap terpidana korupsi perlu diaudit lebih dalam , guna memastikan apakah keputusan tersebut murni karena pelanggaran administratif atau justru dilatarbelakangi oleh motif tertentu.
“Kejadian seperti ini sudah berulang. Banyak pejabat yang bermain mata dengan perbaikan kasus-kasus besar, termasuk memberikan potongan masa hukuman di luar ketentuan. Ini preseden buruk bagi sistem masyarakat,”
tegas Ahmad Hariri.
Latar Belakang Kasus
Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana kasus korupsi proyek e-KTP , menerima transmisi bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat , pada 16 Agustus 2025 .
Kebebasan tersebut diberikan setelah Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang mengurangi vonis pidananya dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun. Kementerian Pejabat Imigrasi dan Pemasyarakatan mengklaim bahwa pemberian bebas bersyarat dilakukan sesuai prosedur , karena Setya telah menjalani lebih dari dua pertiga masa hukumannya.
Namun masyarakat menilai kebijakan itu tidak pantas secara moral dan etika , mengingat masih banyak kasus hukum lain yang menjerat Setya Novanto.
Desakan LSAK
LSAK menilai, selama proses gugatan di PTUN berlangsung, Presiden Prabowo perlu menonaktifkan sementara Agus Andrianto agar proses hukum dapat berjalan obyektif dan transparan.
Ahmad menambahkan, langkah tegas ini diperlukan agar kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo tetap terjaga , sekaligus menunjukkan komitmen serius negara dalam pemberantasan korupsi.
“Jangan sampai publik menilai pemerintah berpihak kepada pelaku korupsi. Penegakan hukum harus steril dari intervensi kekuasaan,”
pungkas Ahmad Hariri.
[RED]













