Hakim Konstitusi Pertanyakan Perpanjangan Masa Dinas Jenderal TNI, Publik Soroti Potensi Kepentingan Sektor Tambang dan Hutan

banner 120x600

Jakarta, 16 Oktober 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS

Hakim Konstitusi Saldi Isra menyoroti kebijakan pemerintah yang memberikan masa dinas lebih panjang kepada perwira tinggi (pati) TNI berpangkat jenderal bintang satu hingga bintang empat, dibandingkan dengan prajurit dari golongan bintara hingga kolonel.

Pertanyaan ini disampaikan Saldi dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu, yang membahas ketentuan masa dinas anggota TNI sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hakim Saldi meminta penjelasan dari DPR dan Pemerintah mengenai dasar hukum serta rasionalitas kebijakan tersebut, yang dinilai berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam tubuh militer.

“Apa dasar perbedaan masa jabatan antara jenderal dengan prajurit di bawahnya? Mengapa masa dinas jenderal diperpanjang, sementara yang lain tetap?” tanya Saldi dalam persidangan.

Kritik Publik dan Dugaan Kepentingan Ekonomi

Isu ini kembali menjadi sorotan setelah pernyataan Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, yang menyebut adanya indikasi kepentingan ekonomi dan politik di balik perpanjangan masa jabatan sejumlah jenderal aktif, terutama terkait sektor tambang, hutan, dan wilayah masyarakat adat.

Jika pernyataan tersebut benar, kebijakan itu dianggap kontraproduktif terhadap prinsip reformasi TNI dan netralitas militer dalam ranah sipil dan ekonomi.

“Sangat disayangkan apabila kebijakan perpanjangan masa dinas justru dimanfaatkan untuk melindungi pelaku kejahatan di sektor tambang atau hutan,” demikian kritik yang berkembang di kalangan pemerhati kebijakan publik.

Dorongan Transparansi dan Reformasi

Para pengamat menilai pemerintah perlu menjelaskan secara terbuka parameter objektif yang digunakan dalam penentuan masa dinas jenderal TNI. Transparansi dianggap penting untuk mencegah munculnya persepsi publik bahwa kebijakan ini sarat kepentingan kelompok tertentu.

Selain itu, kalangan sipil juga mendesak agar setiap kebijakan yang berkaitan dengan militer tetap mengacu pada semangat reformasi TNI sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, yakni profesionalisme, netralitas, dan tunduk pada otoritas sipil yang demokratis.

[RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *