BPK Ungkap Dugaan Kongkalikong Dana BOS Rp878 Juta di 7 Sekolah Kabupaten Tangerang

BPK Ungkap Dugaan Kongkalikong Dana BOS Rp878 Juta di 7 Sekolah Kabupaten Tangerang
banner 120x600

TANGERANG, 11 Juli 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten membeberkan dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Kabupaten Tangerang. Temuan ini mencuat setelah BPK melakukan audit terhadap belanja barang dan jasa pada tujuh sekolah negeri yang didanai oleh BOS Tahun Anggaran 2024.

Hasil pemeriksaan mengungkap adanya ketidaksesuaian penggunaan anggaran, serta pola dugaan kerjasama tidak sehat atau main mata antara pihak sekolah dan penyedia barang/jasa. Total nilai transaksi yang diduga bermasalah mencapai Rp878 juta lebih, yang berpotensi menyebabkan kerugian terhadap keuangan negara.

Dana BOS 2024: Realisasi dan Sasaran

Pemerintah Kabupaten Tangerang sebelumnya mengalokasikan anggaran BOS sebesar Rp357,25 miliar, dengan realisasi hingga 97,38 persen atau setara Rp347,89 miliar. Dana ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik, yang diperuntukkan bagi:

  • Satuan Pendidikan Dasar (Satdikdas),
  • Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
  • dan Program Pendidikan Kesetaraan.

Penyaluran dan pengelolaan dana BOS di tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh Tim Manajemen BOS Sekolah, dengan tanggung jawab administratif keuangan berada di tangan Bendahara BOS. Seluruh transaksi diharuskan dicatat dan dilaporkan melalui aplikasi resmi pemerintah, yakni ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah).

BPK melakukan uji petik terhadap laporan dan bukti penggunaan anggaran BOS di 7 sekolah, terdiri dari:

  • 5 SD Negeri:
    • SDN Gintung II – Rp944.580.000
    • SDN Kutabumi I – Rp601.510.000
    • SDN Binong II – Rp517.790.000
    • SDN Ciangir II – Rp444.080.000
    • SDN Curug II – Rp325.780.000
  • 2 SMP Negeri:
    • SMPN 2 Sepatan Timur – Rp964.590.000
    • SMPN I Sindang Jaya – Rp1.069.370.000

Total nilai transaksi pada ketujuh sekolah ini mencapai lebih dari Rp4,86 miliar, dengan indikasi penyimpangan senilai Rp878 juta, berdasarkan hasil temuan BPK.

BPK mencatat bahwa pengadaan barang dan jasa seharusnya dilakukan melalui Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah). Namun, audit menunjukkan bahwa sebagian sekolah justru melakukan transaksi secara tunai langsung kepada penyedia, yang bertentangan dengan ketentuan pengelolaan dana BOS.

Lebih lanjut, pola pertanggungjawaban antar sekolah menunjukkan kemiripan sistematis, mengindikasikan adanya praktik berulang yang bisa menjadi bagian dari modus pengelabuan administrasi.

“Dari hasil pemeriksaan kami, sejumlah sekolah tidak mengikuti mekanisme pengadaan yang telah diatur secara nasional. Realisasi anggaran tidak sepenuhnya melalui SIPLah, melainkan dilakukan dengan transaksi tunai yang sulit diverifikasi kebenarannya,” ungkap salah satu auditor BPK dalam laporannya.

Dugaan kuat adanya penyalahgunaan kewenangan, pemalsuan dokumen pertanggungjawaban, dan pelanggaran terhadap Permendikbudristek tentang pengelolaan dana BOS, dapat berujung pada proses hukum lebih lanjut.

BPK telah merekomendasikan agar Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan, serta aparat penegak hukum menindaklanjuti temuan ini secara serius, termasuk kemungkinan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan dan klarifikasi.

[RED]

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *