Eks Kepala BIN Hendropriyono: Intelijen Adalah Ilmu Etis, Bukan Alat Kejahatan

Eks Kepala BIN Hendropriyono: Intelijen Adalah Ilmu Etis, Bukan Alat Kejahatan
banner 120x600

JAKARTA, 23 Juni 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purn) A.M. Hendropriyono menyuarakan keprihatinan atas maraknya penyimpangan dalam praktik intelijen di berbagai belahan dunia. Dalam pernyataan terbuka di kanal YouTube Mahfud MD Official, ia menegaskan bahwa ilmu intelijen sejatinya adalah ilmu yang berbasis etika dan moral tinggi, bukan justifikasi untuk melakukan tindakan melanggar hukum.

“Ilmu intelijen itu disiplin akademik yang etis. Tetapi ketika dia dijalankan tanpa landasan filosofis, praktiknya menjadi liar dan bisa digunakan untuk hal-hal kriminal,” tegas Hendropriyono, dikutip dalam wawancara yang tayang akhir pekan lalu.

Praktik vs Praksis: Intelijen Butuh Landasan Filosofis

Dalam diskusi mendalam bersama Mahfud MD, Hendropriyono membedakan secara tegas antara praktik intelijen dan praksis intelijen. Menurutnya, praktik kerap dijalankan tanpa kendali atau arah, sementara praksis tunduk pada kerangka teori dan sistem pengetahuan yang sah.

“Praksis itu adalah bentuk pelaksanaan yang tunduk pada teori dan sistem ilmu. Kalau praktik, bisa semaunya, bisa liar, bahkan menyimpang,” ujarnya.

Ia menyoroti bagaimana intelijen di sejumlah negara digunakan untuk menjustifikasi operasi-operasi yang merugikan masyarakat sipil, termasuk tindakan kekerasan yang ekstrem.

Pentingnya Filsafat Intelijen sebagai Mata Pelajaran Wajib

Sebagai langkah korektif, Hendropriyono menyarankan agar filsafat intelijen dijadikan kurikulum wajib di institusi pendidikan intelijen, baik nasional maupun internasional. Menurutnya, keberadaan mata pelajaran ini krusial untuk mencegah penyimpangan dan meluruskan nilai-nilai fundamental dalam operasi intelijen.

“Kalau tidak diluruskan, praktik intelijen yang menyimpang bisa berubah menjadi terorisme terselubung. Maka perlu satu manifestasi global – agar sekolah intelijen di dunia memasukkan pendidikan filsafat intelijen,” ujar mantan Panglima Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu.

Teguran Terbuka terhadap Kecenderungan ‘Menghalalkan Segala Cara’

Hendropriyono tak segan mengkritik kecenderungan penggunaan teknik intelijen untuk menyusup, membunuh, atau menghancurkan target tertentu tanpa justifikasi hukum maupun moral.

“Pembunuhan, penyadapan ilegal, atau infiltrasi yang tak berdasar hukum positif, itu bukan intelijen – itu teror. Praktik seperti itu harus ditolak oleh komunitas intelijen dunia,” tegasnya.

[RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *