Jakarta, 16 Juni 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS
Sebuah terobosan mutakhir di bidang teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi perhatian serius berbagai kalangan, khususnya aparat penegak hukum dan pengamat privasi digital. Aplikasi bernama GeoSpy, sebuah sistem berbasis AI dengan kemampuan tinggi dalam melakukan pelacakan lokasi, kini menuai sorotan lantaran kecanggihannya dalam menelusuri posisi seseorang hanya melalui satu citra visual dari dalam ruangan.
GeoSpy menggunakan pendekatan pemrosesan gambar yang sangat terperinci dengan menganalisis berbagai elemen spasial dalam foto, seperti arsitektur jendela, distribusi cahaya alami, material interior, hingga pola penataan furnitur. Berdasarkan data visual tersebut, sistem ini mampu menghitung estimasi posisi geografis dengan tingkat presisi yang luar biasa, bahkan tanpa mengandalkan data GPS, sinyal ponsel, atau metadata lokasi lainnya.
Awalnya dikembangkan untuk kebutuhan strategis lembaga pemerintahan dan unit investigasi penegak hukum, teknologi ini kini menuai perhatian publik luas karena potensinya dalam mengaburkan batas antara pengawasan legal dan pelanggaran hak privasi individu.
Lebih dari sekadar alat pelacak, GeoSpy juga dilengkapi fitur pemodelan ulang lokasi dalam bentuk simulasi tiga dimensi (3D) yang sangat realistis. Melalui kemampuan ini, sistem dapat menciptakan ulang lokasi dari foto dengan akurasi tinggi, bahkan jika diambil dari sudut pandang yang tidak umum. Beberapa pengujian menunjukkan bahwa GeoSpy mampu mengenali gang sempit, lorong tersembunyi, hingga landmark ikonik dari potongan gambar yang samar.
Versi GeoSpy Pro, yang saat ini hanya tersedia secara terbatas untuk pihak aparat kepolisian dan penyelidik forensik digital, telah menjadi alat bantu investigasi digital dengan daya analisis forensik visual yang sangat superior. Kehadiran teknologi ini membuka babak baru dalam praktik penelusuran berbasis AI, namun juga memunculkan kekhawatiran serius terkait pengawasan massal dan potensi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
Dalam keterangan tertutup kepada unit Siber dan Forensik RESKRIMPOLDA, seorang pakar privasi digital mengungkapkan bahwa teknologi semacam GeoSpy harus dibarengi dengan kerangka regulasi ketat, guna menghindari penyalahgunaan terhadap hak-hak sipil masyarakat.
“Jika tidak diawasi secara ketat, teknologi ini bisa menjelma menjadi instrumen pengawasan yang invasif. Kita membutuhkan regulasi dan audit independen untuk memastikan penggunaannya tetap pada jalur penegakan hukum yang sah,” ujar narasumber ahli tersebut.
Saat ini, GeoSpy terus dikembangkan dengan dukungan algoritma pembelajaran mesin tingkat lanjut dan basis data citra arsitektur global yang terus diperbarui. Para pengembang mengklaim bahwa sistem ini hanya akan diberikan akses kepada institusi resmi dengan otorisasi legal yang jelas, namun debat mengenai etika dan batasan penggunaannya masih menjadi isu yang hangat di komunitas internasional.
[RED]