CILEGON, 16 JUNI 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS
Keputusan manajemen PT Bungasari Flour Mills Indonesia yang memberhentikan secara sepihak sebanyak 50 pekerja/buruh mendapat reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk kalangan aktivis ketenagakerjaan dan mantan pengurus organisasi mahasiswa nasional.
Salah satu kritik paling tajam disampaikan oleh Muhamad Agung Laksono, warga Cilegon yang juga dikenal sebagai eks pengurus Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI). Dalam pernyataan resmi yang diterima redaksi RESKRIMPOLDA.NEWS, Agung menilai bahwa kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal ini merupakan bentuk nyata dari praktik pembungkaman aspirasi buruh yang bertentangan dengan prinsip demokrasi industrial.
“Tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari konteks aksi mogok kerja yang sebelumnya dilakukan oleh para buruh. Meskipun pihak perusahaan membantah adanya keterkaitan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas yang dikenai PHK adalah pengurus dan anggota serikat pekerja,” ujar Agung dalam keterangannya pada Minggu, 15 Juni 2025.
Agung menegaskan bahwa perlindungan terhadap kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat adalah hak yang dijamin konstitusi dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurutnya, langkah perusahaan justru menunjukkan kecenderungan represif dan anti-dialog, serta dapat menjadi preseden buruk bagi dunia kerja di Indonesia.
Sementara itu, manajemen PT Bungasari Flour Mills Indonesia membantah bahwa keputusan PHK tersebut berkaitan langsung dengan aksi mogok. Dalam pernyataan sebelumnya, pihak perusahaan menyebut bahwa keputusan diambil berdasarkan evaluasi kinerja dan kebutuhan efisiensi operasional.
Namun demikian, ketidaksesuaian antara narasi perusahaan dan kenyataan di lapangan menjadi sorotan banyak pihak, terutama karena proses PHK dinilai tidak disertai dengan dialog tripartit, tidak melalui perundingan bipartit yang adil, serta minim keterlibatan mediator dari Dinas Ketenagakerjaan.
Pengamat hubungan industrial menilai bahwa kasus ini bisa menjadi indikasi pelanggaran terhadap prinsip keadilan sosial dalam hubungan antara pengusaha dan pekerja. Apabila terbukti PHK dilakukan karena aktivitas serikat, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Agung Laksono pun mendorong pihak Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Lembaga Pengawas Ketenagakerjaan, serta Komnas HAM untuk turun tangan melakukan investigasi mendalam terkait dugaan pelanggaran hak-hak buruh tersebut.
[RED]