PADANG, 4 Juni 2025 – RESKRIMPOLDA.NEWS
Wali Kota Padang, Fadly Amran, mengambil langkah tegas dan cepat dengan mencopot jabatan Direktur Utama RSUD Rasidin Padang, dr Desy Susanty, bersama tiga pejabat struktural lainnya. Keputusan ini merupakan respons atas insiden tragis meninggalnya Desi Erianti (44), warga Kelurahan Gunungsariak, Kecamatan Kuranji, yang sempat ditolak berobat saat datang sebagai pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/BPJS.
Tiga pejabat lain yang turut dicopot dari jabatannya mencakup:
- Kepala Bidang Pelayanan dan Keperawatan,
- Kepala Seksi Pelayanan,
- Kepala Seksi Keperawatan.
KRONOLOGI: PASIEN SESAK NAFAS DITOLAK, MENINGGAL SETELAH DIBAWA KE RS LAIN
Insiden memilukan itu terjadi pada Sabtu dini hari, 31 Mei 2025, saat korban Desi Erianti mendatangi Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Rasidin dengan keluhan sesak napas. Namun, oleh pihak rumah sakit, ia tidak mendapatkan pelayanan medis karena dinilai tidak masuk kategori kegawatdaruratan, meskipun kondisinya tampak kritis.
Dalam keterbatasan ekonomi dan tidak adanya transportasi pribadi, korban terpaksa pulang menggunakan becak motor. Sayangnya, kondisi kesehatannya terus menurun. Keesokan harinya, ia dibawa ke RS Siti Rahmah, namun sayang, nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia sebelum sempat mendapatkan penanganan medis.
RESPONS PEMERINTAH: EVALUASI TOTAL SISTEM LAYANAN PUBLIK DI SEKTOR KESEHATAN
Wali Kota Fadly menyampaikan bahwa pencopotan jabatan ini merupakan bentuk akuntabilitas dan langkah perbaikan struktural, guna memastikan pelayanan terhadap masyarakat, terutama peserta JKN/BPJS, dapat berjalan tanpa hambatan birokrasi yang merugikan pasien.
“Langkah ini kami ambil sebagai wujud tanggung jawab dan komitmen untuk mereformasi sistem pelayanan publik, khususnya dalam penanganan pasien BPJS,” tegas Fadly Amran usai rapat paripurna di DPRD Kota Padang, Senin (3/6/2025).
SOROTAN PUBLIK: DIMANA HAK PELAYANAN MEDIS UNTUK PESERTA BPJS?
Peristiwa ini memantik reaksi keras dari masyarakat dan berbagai organisasi sipil. Banyak pihak mempertanyakan komitmen fasilitas kesehatan milik pemerintah dalam menjalankan tugas melayani masyarakat tanpa diskriminasi, terutama pasien dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang bergantung pada jaminan kesehatan negara.
Selain investigasi internal, kasus ini turut dipantau oleh Ombudsman dan Dinas Kesehatan, serta membuka peluang untuk audit menyeluruh terhadap SOP (Standar Operasional Prosedur) penanganan pasien di seluruh rumah sakit pemerintah.
[RED]













