Reskrimpolda.news – Jakarta, 07 Maret 2025 – Dalam pernyataan yang mengejutkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi yang melibatkan Pertamina bukanlah tindakan pengoplosan, melainkan proses blending. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menekankan pentingnya akurasi terminologi dalam konteks hukum tersebut.
Harli Siregar menjelaskan, PT Pertamina Patra Niaga mengakui melakukan transaksi dimana mereka membayar untuk minyak dengan standar RON 92, namun yang diterima justru minyak dengan kualitas RON 90 atau RON 88. “Dibayar RON 92, yang datang ternyata RON 88 atau RON 90. Ini yang masuk di PT OTM (Orbit Terminal Merak),” tuturnya.
Menurutnya, fokus penyelidikan kini tertuju pada bagaimana proses ini dapat terjadi, terutama karena komoditas yang terlibat merupakan milik swasta. Ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai pemangku kepentingan dan sistem pengawasan yang ada.
Reaksi Publik dan Pertemuan Berita
Menanggapi pernyataan tersebut, Jhon Sitorus, seorang pengamat politik dan sosial, memberikan komentar pedas. Dia mengaitkan perubahan istilah ini dengan pertemuan mendalam antara Jaksa Agung dan Menteri BUMN Erick Thohir yang berlangsung hingga larut malam baru-baru ini. “Akhirnya Kejagung meralat pernyataannya sendiri? Bukan di oplos tapi di-blending. Apa ini ada hubungannya dengan pertemuan hingga larut malam kemarin? Hmmm,” ungkapnya.
Pertemuan tersebut berhasil menarik perhatian publik, terutama setelah Erick Thohir mengungkapkan diskusi mengenai perkembangan kasus ini di Bandara Soekarno-Hatta. Menurutnya, pertemuan malam itu dimaksudkan untuk memperjelas situasi sekitar pengelolaan minyak di PT Pertamina Patra Niaga.
Isu mengenai kualitas dan integritas dalam pengadaan minyak menjadi perhatian utama setelah pernyataan terbaru dari Kejagung. Dengan adanya komunikasi antara pihak kejaksaan dan pemerintah, harapan untuk penyelesaian yang transparan dan akuntabel semakin menguat. Namun, pertanyaan mengenai bagaimana kasus ini dapat berkembang tetap menjadi sorotan publik dan wajib untuk ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.
(RED)